Politik identitas dan agama merupakan isu yang selalu muncul dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Ketika pemilihan umum semakin dekat, politik identitas dan agama sering kali menjadi senjata bagi para calon untuk memperoleh dukungan dari kelompok tertentu.
Namun, politik identitas dan agama dapat memperpecah belah masyarakat dan berdampak negatif pada keutuhan bangsa. Kebanyakan, politik identitas dan agama digunakan oleh para elit politik untuk memperoleh kekuasaan atau mengalihkan perhatian masyarakat dari masala-masalah yang lebih mendesak.
Terkait dengan politik identitas, identitas kebangsaan seringkali digunakan sebagai pertimbangan basis untuk memilih calon, seperti SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang memiliki dukungan yang sama dengan identitas tersebut. hal ini seringkali dipolitisasi dan diperdebatkan di antara masyarakat.
Sementara itu, politik agama seringkali menjadi isu utama dalam pemilihan umum. Pemilih cenderung memilih pemimpin yang seagama atau memiliki afiliasi agama yang sama. Hal ini memicu polarisasi sosial dan melahirkan konflik horizontal.
Selain itu, adanya arus globalisasi dan modernisasi yang berkembang pesat membuat masyarakat semakin terbuka terhadap budaya dan identitas baru. Namun sayangnya, beberapa elemen konservatif merasa terancam oleh hal ini dan menciptakan sebuah narasi hasil modernisasi tersebut adalah sesuatu yang harus ditolak atau diperangi.
Dampak negatif dari politik identitas dan agama adalah terjadinya keretakan hubungan dimasyarakat. Hal ini dapat menghambat pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. selain itu, politik identitas dan agama juga bisa menjadi alat bagi elit politik untuk mengamankan kekuasaan di negeri ini. Maka dari itu, sebagai warga Negara yang bijaksana, kita harus memilih pemimpin tanpa mempertimbangkan faktor identitas dan agama. Pemimpin yang dipilih harus memiliki program yang jelasdan bermanfaat bagi seluruh masyarakat serta mampu memajukan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Penulis : Sri Astuti Djibalu
Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK)
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Gorontalo